Senin, 27 Desember 2010

MEMIKIR ULANG HISTORIOGRAFI INDONESIA

     Sejarah bukan semata-mata rangkaian fakta belaka, tetapi sejarah adalah sebuah cerita. Cerita yang dimaksud adalah penghubungan antara kenyataan yang sudah menjadi kenyataan peristiwa dengan suatu pengertian bulat dalam jiwa manusia atau pemberian tafsiran /interpretasi kepada kejadian tersebut (R. Moh. Ali). Dengan kata lain penulisan sejarah merupakan representasi kesadaran penulis sejarah dalam masanya ( Sartono Kartodirdjo). Secara umum dalam metode sejarah, penulisan sejarah (historiografi) merupakan fase atau langkah akhir dari beberapa fase yang biasanya harus dilakukan oleh peneliti sejarah. Penulisan sejarah (historiografi) merupakan cara penulisan, pemaparan, atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan (Dudung Abdurrahman).
     Penulisan sejarah Indonesia masih harus diperbaiki agar masyarakat umum dapat mengenali sejarah bangsanya dengan baik lagi dan menghilangkan pencitraan bahwa sejarah hanya bersifat politis saja. Dengan runtuhnya Orde Baru yang mana pada masa itu peranan negara sangat kuat sehingga dapat membungkam suara dari pihak-pihak yang dianggap mengganggu dan mengancam pemerintahan militer yang berkuasa, munculah upaya untuk menulis ulang sejarah, masing-masing dengan persepsinya tentang apa yang harus disorot dan mana yang harus dihapus dan sebagainya. Banyak akhirnya masalah-masalah yang sering diperdebatkan disetiap diskusi-diskusi akademi dan intelektual, perdebatan itu selalu berkutat pada ‘ilmiah’ atau ‘tidak ilmiah dan ‘obyektif’ atau ‘subyektif’, tetapi walaupun disini tidak dapat memberikan penawaran tentang teori baru, tetapi paling tidak berusaha untuk menjelajahi arah-arah baru dalam penulisan sejarah Indonesia. Perlu adanya dekolonisasi historiografi Indonesia seperti membagi dua periode (colonial dan pascakolonial) dan juga kita harus melihat garis waktu yang jelas untuk membedakan dua periode itu. Selain waktu, tokoh dan tempat juga berperan penting agar dapat membentuk narasi sejarah yang baik. Hal ini sangat penting untuk membuat ingatan kolektif maupun perorangan dalam melihat sejarah.
          Penulisan sejarah berkembang secara simbiosis dengan negara, dan selalu erat kaitannya dengan politik. Pemerintahlah yang menentukan arah sejarah nasional karena terkait sekali dengan legitimasi negara dan identitas nasional, sebab sejarah nasional menguraikan bagaimana suatu bangsa muncul dan menciptakan negara, disinilah betapa pentingnya sejarah dalam melegitimasi perjalanan negara bangsa. Agar negara mendapatkan legetimasi, maka idenitas-identitas lama dan konflik-konflik lama harus ditempatkan jauh dibawah narasi kemenangan nasionalisme. Gerakan nasionalis dipimpin oleh warga kota modern yang sadar akan diri sendiri dan merupakan (sering dijadikan) actor utama dalam sejarah, sehingga sejarah mereka cenderung menjadi sejarah nasional, selanjutnya setelah negara ini berdiri dengan gagahnya, mereka menjadi pemimpin dalam segi apapun. Jadi apabila ada identitas-identitas dan konflik-konflik yang dahulu pernah terjadi dibumi tanah air ini kadarnya ditulis seminimal mungkin bahkan kalau perlu dihilangkan. Jadi arah penulisan sejarah yang dikuasai oleh pemerintah atau negara selalu erat sekali dengan kepentingan politik saja. Politik selalu membentuk konstruksi sejarah. Sehingga kadang ketika penguasaan bergeser, maka bergeser pulalah kronik sejarahnya. Suasana yang relatif bebas dari manipulasi politik tampaknya penting untuk perkembangan yang sehat bagi sebagian besar pekerjaan ilmiah, khususnya terhadap situasi yang rentan terhadap manipulasi penulisan sejarah. Oleh karena itu dibutuhkanlah sejarah yang kritis agar pada saat kita menyampaikan sejarah, yang kita sampaikan adalah suatu kebenaran.Penulisan sejarah nasional selalu penuh dengan berbagai macam persoalan, seperti pada penulisan sejarah nasional Indonesia, tahun 1950-an selalu menonjol sebagai periode yang masih buram dan samar-samar arahnya. Sebenarnya pada periode ini kita dapat menemukan informasi sejarah yang baru supaya tidak ada missing link pada saat kita melihat kronologi sejarah. Pada periode 1950-an ini sulit kita temukan jejaknya akibat dari visi pemerintahan Soeharto mengenai sejarah yang menekankan stabilitas dan peran utama yang dimainkan Angkatan Bersenjata bagi Indonesia. Pada era ini wajar menjadi periode yang tersensor telah tiga puluh tahun lebih oleh pemerintahan Soeharto karena disinilah masyarakat Indonesia yang sangat berbeda dalam persoalan kelas dan sosialisme. Hal yang berkaitan dengan Sosialisme-komunis sangat menjadi ‘barang yang haram’ untuk ditulis pada masa pemerintahan Soeharto, padahal pada periode ini sebenarnya merupakan periode yang harus dituliskan secara terbuka juga karena pada decade itu kita akan mengetahui siapa-siapa sajakah yang telah hancur setelah decade 1965. Ini adalah tugas para peneliti sejarah untuk mengungkap missing link sehingga kita tahu perjalanan bangsa ini tanpa adanya manipulasi yang ujungnya mengangkat tokoh elit saja. Oleh karena itu kita memang perlu mengkriktik tajam terhadap politik sejarah penguasa seperti apa yang sudah dilakukan oleh Pramoedya dalam berbagai karya sasteranya yang menuai perhatian yang mendalam, walaupun Pramoedya masih diperdebatkan apakah dia sejarawan atau sasterawan. Penggalian sumber sejarah baru, menjauhkan sejarah dari pemikiran dan kekuasaan negara. Sebuah syarat mutlak bagi dekolonisasi sejarah di Indonesia.
     Militer juga mendapatkan perhatian yang cukup penting dalam suatu peristiwa sejarah. Untuk melanggengkan cita-cita pemerintah untuk membentuk sejarah biasanya militer diturut hadirkan dalam ‘proyek’ itu. Upaya rekayasa sejarah yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru telah berlangsung sejak awal berdiri hingga tumbangnya masa Orde Baru. Pemerintah membentuk Pusat Sejarah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (PUSJARAH ABRI) dengan sejarawan bentukannya bernama Nugroho Notosusanto dengan proyek pertamanya Sejarah percobaan kudeta tahun 1965, lalu berikutnya tentang Pancasila dan yang ketiga mengangkat citra sejarah militer melalui Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Dilembaga inilah Orde Baru melakukan pembuatan sejarah Indonesia yang sudah dipolitisasi yang sudah direkayasa yang nantinya menjadi pegangan wajib dalam menulis sejarah, disinilah peran militer selain penjaga negara dari musuh, tapi juga “pelindung penguasa” dan menjadi propagandis yang cukup ampuh. Akibat dari itulah mengapa tadi diatas disebutkan perlu adanya penelusuran kembali sejarah nasional Indonesia dan setelah itu dinarasikan dengan tanpa rekayasa agar masyarakat lebih arif melihat Indonesia dalam sejarahnya sendiri.
     Pelurusan sejarah merupakan sebuah wacana yang tidak dapat terelakkan setelah kemunculan reformasi yang membawa harapan tentangketerbukaan. Munculnya berbagai tulisan yang mengangkat tema-tema yangpada masa Orde Baru mengalami pelarangan, ditulisnya biografi tokoh-tokohterbuang, dan penerbitan karya sejarah akademik menjadi satu tanda erapelurusan sejarah tersebut. Selain itu pelurusan sejarah merupakan upaya yangdilakukan untuk memunculkan pemikiran-pemikiran alternatif yang selama initidak mendapatkan apresiasi, sehingga pelurusan sejarah memunculkankeberagaman dalam penulisan sejarah. Salah satu sejarawan yang intens dalamkajian tentang pelurusan sejarah adalah Asvi Warman Adam. Dalam berbagaitulisannya, terutama di media massa ia banyak mewacanakan tentang pelurusan sejarah Indonesia, yakni tentang upaya membongkar kebohonan-kebohongan dan rekayasa dalam historiografi Indonesia dan mengarahkan histiriografi Indonesia menjadi ajang pembebasan bagi kaum yang tertindas.


Sumber
_________, Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,2008
http://www.scribd.com/doc/25196579/Asvi-Warman-Adam-Dan-Upaya-Pelurusan-Sejarah-Indonesia
http://kyotoreview.cseas.kyoto-u.ac.jp/issue/issue2/article_254.html
http://pussisunimed.wordpress.com/2010/02/05/penulisan-sejarah-historiografi-indonesia/






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Keberhasilan dirasakan sebagai amat manis dan indah, bagi mereka yang belum berhasil.

(Mario Teguh)

Followers